Secara
umum para praktisi ilmu bela diri tenaga dalam di Indonesia khususnya di pulau
Jawa spakat bahwa ilmu bela diri tenaga dalam
dipopulerkan oleh Nampon yang
nama aslinya adalah Mahmud.
Nampon
yang berasal dari kata Nam Fu karena keahliannya dalam bela diri kaifeng yang
dipelajarinya dari ahli kung fu China Peranakan Semarang yang bernama Tjoa Nam
Fu pada tahun 1920.
Kepopuleran
ilmu tenaga dalam dipicu karena sikap nyeleneh Nampon saat menyambut kelahiran
anaknya di Stasiun Padalarang pada tahun 1932. Saat itu beliau menantang siapa
saja yang berani menangkapnya. Namun setiap warga yang menyentuh tubuhnya
terpelanting.
Peristiwa
ini memicu banyaknya jawara betawi dan banten untuk adu tandeng melawan nampon.
Banyaknya jawara yang kalah tanding berguru kepada Nampon, sehingga nama Nampon
semakin pepoler, diantara nama-nama jawara tersebut adalah Setia Muchlis dan KM
Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA di Bandung.
Sejak
itu berbagai perguruan silat tenaga dalam berkembang pesat diantaranya
Margaluyu, Budi Suci, Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran
lain tanpa nama. Bahkan dari perguruan yang muncul ini menjamur hingga saat ini
menjadi berbagai perguruan baru dengan nama dan bendera yang berbeda.
Dalam
pengamalan ilmu tenaga dalamnya, Nampon beserta perguruan-perguruan ilmu tenaga
dalam yang bersumber darinya, tidak terlepas dari 3 nama tokoh yang namanya
selalu disebut-sebut dalam amalan wiridnya. Yaitu; Subandari, Madi dan Kari.
Hal ini menunjukkan bahwa ilmu tenaga dalam atau kebatinan Nampon berasal dari
ketiga tokoh tersebut.
Merujuk
dari berbagai catatan, dapat disimpulkan
bahwa hubungan Nampon dengan ketiga tokoh tersebut terkait dengan perguruan silat Cikalong yang
merupakan pengembangan dari silat Cimande yang dibawa oleh Abah Khoir yang diakui sebagai pencipta silat
Cimande. Keberadaan Abah Khoir di Cikalong disebabkan karena Aria Cikalong yang
membawa Abah Khoir ke Cikalong untuk belajar dan mengembangkan Silat Cimande di
daerahnya.
Selain
belajar dengan Abah Khoir, Nampon juga belajar dengan Abang Madi, Abang Kari
dan Eyang Sahbandar. Dengan demikian
Nampon merupakan generasi kedua atau seterusnya setelah Raden Ibrahim
Jayaperbata karena keberadaan Bang Madi dan Bang Kari di Cikalong tidak
terlepas dari Peranan Raden Ibrahim Jayaperbata pendiri Perguruan Silat
Cikalong.
Bang Madi
Bang
Madi adalah seorang adalah seorang pedagang kuda eropa yang berasal dari
Pagaruyung, Sumatera Barat. Salah satu keahlian Bang Madi adalah menundukkan
kuda-kuda liar.Beliau merupakan guru ketiga bagi Raden
Ibrahim Jayaperbata setelah belajar dari Raden Ateng Alimudin dan Bang Ra’uf.
Pertemuan Bang Madi
dengan Rd. H. Ibrahim diawali ketika Rd. H. Ibrahim membeli seekor kuda Eropa
yang sangat besar, liar dan membutuhkan penggantian tapal kuda yang baru.
Akhirnya Rd. H. Ibrahim membawanya ke Bang Madi yang memang ahli menangani kuda
liar. Bang Madi menyanggupi ketika Rd. H. Ibrahim datang dan memintanya
mengganti tapal kuda, dengan tenang dia mengganti tapal kuda. Tiba-tiba ketika
membuka tapal yang lama, kuda itu menendang sehingga membahayakan jiwa Bang Madi.
Bang Madi dengan refleks dan rileksnya menangkis yang mengakibatkan kaki kuda
itu patah.
Kejadian tersebut
membuat Raden Ibrahim kagum dan penasaran. Dia tidak menyangka sama sekali
dengan perawakan yang kecil dan terlihat lemah Bang Madi bisa melakukan sesuatu
yang dia sendiri tidak yakin bisa melakukannya.
Konsep jurus pukulan
Bang Madi adalah melumpuhkan lawan dengan cepat. Yang kemudian hari dikenal
dengan istilah suliwa dan sanalika.
Madi mengandalkan tenaga
lawan untuk melumpuhkan lawan dalam tempo yang cepat. Tangkisan atau pukulanya
bisa mematahkan tulang lawan.
Dan akhirnya Raden
Ibrahim memohon untuk menjadi murid Dan Bang Madi pun bersedia menjadi Gurunya.
Agar lebih leluasa, Bang
Madi langsung didatangkan ke Cianjur untuk mengajar di sana. Segala keperluan
hidup untuk keluarganya ditanggung oleh R.H. Ibrahim.
Dari Bang Madi, Raden
Ibrahim Jayaperbata memperoleh ilmu permainan rasa, yaitu sensitivitas atau
kepekaan rasa yang positif sehingga pada tingkat tertentu akan mampu membaca
segala gerak lawan saat anggota badan bersentuhan dengan anggota badan lawan,
serta segera melumpukannya. Menurut beberapa tokoh, salah satu ciri atau
kebiasaan dari Bang Madi adalah mahir dalam melakukan teknik “bendung” atau
menahan munculnya tenaga lawan, di samping “mendahului tenaga dengan tenaga”.
Di kalangan aliran Cikalong teknik ini disebut “puhu tanaga” atau “puhu gerak”.
Bang Kari
Pertemuan dengan Bang Kari bermula setelah Raden
Ibrahim dianggap sudah mewarisi seluruh ilmu Bang Madi, Bang Madi mengutus
Raden Ibrahim untuk menemui Bang Kari dan berguru kepadanya.
Bang Kari adalah sahabat
dekat Bang Madi, dan mereka berdua memiliki kemampuan yang dianggap setara.
Kalau dianggap memiliki kemampuan yang setara, lalu kenapa Rd. H. Ibrahim
disarankan untuk berguru ke Bang Kari.
Hal ini dikarenakan
karena Bang Kari dan Bang Madi memiliki “gaya” maenpo yang berbeda. Kalau Bang
Madi yang terkenal dengan Maenpo Ulin Tapel (Tempelan) dan Maenpo Ulin
Tangtung, maka Bang Kari terkenal dengan Maenpo Peupeuhan yaitu ilmu pukulan
yang mengandalkan kecepatan gerak dan tenaga ledak.
Bang Kari saat itu
tinggal di Kampung Benteng Tangerang. (Sejak abad XIV Kampung Benteng sudah
dikenal sebagai “China Town”, lalu apakah Bang Kari mewarisi suatu aliran Kung
Fu? Tak ada keterangan tentang itu. Hanya yang pasti beliau memang tinggal di
Kampung Benteng, dan pertukaran ilmu sangat mungkin terjadi).
Dalam usia yang cukup
matang, yaitu sekitar 40 tahun, Rd. H. Ibrahim dianggap mewarisi Maenpo-nya
Bang Kari.
Eyang Sahbandar
Eyang
Sahbandar adalah seorang pengembara dari Kerajaan Pagaruyuang, Sumatera Barat.
Beliau dibawa ke Wanayasa tepatnya di desa karang tengah Cianjur, oleh
sahabatnya Raden Jibja yang juga seorang pendekar. Disana beliau bertemu dengan
Raden Haji Enoh seorang tuan tanah yang tak lain adalah Orang Tua dari Raden
Jibja, yang kemudian hari menjadi murid dan mertua Eyang Subandar. Raden Haji
Enoh sendiri juga merupakan murid sekaligus sanak kerabat dari Raden Ibrahim
Jayaperbata.
Disana
beliau ditugaskan untuk menjaga danau dan kebun kelapa milik Raden Haji Enoh.
saat menjalankan tugasnya inilah terjadi lagi pertarungan berkali-kali antara
pemuda minang ini melawan gerombolan perompak dan pengacau, yang selalu
berakhir dengan tewasnya para perompak tersebut.
Kejadian
demi kejadian ini lah yang menggerakkan
hati Raden Haji Enoh untuk meminta Eyang Sahbandar mempelajarinya dan sanak kerabatnya
silat minang. Sehingga nama eyang sahbandar menjadi semakin termasyur dan
menarik hati Bang Madi dan Bang Kari untuk bersilaturrahmi. Dari hasil
silaturrahmi tersebut terjadilah percampuran ilmu silat Sahbandar yang
merupakan cikal bakal ilmu tenaga dalam silat cikalong pada kedua dan
seterusnya. Ilmu tenaga dalam juga terus menjamur baik dalam bentuk perguruan
waupun perorangan serta berbagai perguruan silat tenaga dalam atau kebathinan
di nusantara dengan berbagai bentuk aliran dan nama perguruan.
Diantara
perguruan tersebut antara lain Margaluyu, aliran silat Cikaret, Sanalika, Silat
Sabandar Kari Madi, Paguron Pusaka Cikalong (PPC) Cianjur, Paguron Pusaka
Siliwangi, dan hampir semua perguruan pencak silat di jawa barat.
Nampon
adalah salah satu bentuk pengembangan yang dilakukan secara pribadi. Namun
sebagian murid-nampon dan seterusnya membentuk berbagai perguruan baru yang
diwarnai oleh keilmuan nampon yang bersumber dari Sahbandar,Kari dan Madi.
Perguruan tersebut antara lain Trirasa di Bandung, Ragajati di Banyumas, Jurus
Seni Penyadar di Tegal, Budi Suci di Indramayu, serta berbagai perguruan lain
di Pulau Jawa dan Sumatera.
SAHBANDAR : LEGENDA PENDEKAR MINANG DI TATAR PASUNDAN
Kecamatan Wanayasa merupakan salah satu wilayah
di KabupatenPurwakarta yang menyimpan segudang cerita masa lalu. Di kecamatan yang berada di
lereng Gunung Burangrang ini pernah hidup seorang pendekar yang memiliki ilmu
pencak silat tingkat tinggi dan cukup disegani di Tatar Pasundan. Namanya Eyang
Syahbandar.
Eyang Syahbandar atau Mamak Syahbandar atau Subandari atau Syech Subandari
sejatinya seorang pengembara dari Minangkabau. Nama aslinya adalah Mohammad
Kosim, dilahirkan di Pagaruyung, Sumatera Barat pada tahun 1766 .
Pada masanya, pasangan Ama Syahbandar dan istrinya Nyi Raden Kendan atau Eyang
Bubu, adalah pasangan pendekar silat yang sangat disegani.
Menurut keterangan dari Bpk.Letkol Ckh. Abdur Rauf,SH (Sesepuh Pusaka
Paguron Cikalong / PPC / Cianjur) dalam warunglpj.blogspot.com mengatakan bahwa
Beliau pernah mendengar keterangan dari para Sesepuh Cikalong terdahulu
bahawasanya Moh Kosim adalah keturunan bangsawan kerajaan yang diusir dari
Pagaruyung kerana mengajarkan Silat Pusako kepada masyarakat awam. Sehingga
dianggap secara tidak langsung akan mengganggu dan mengancam wibawa kerajaan.
Karena dianggap telah melanggar peraturan, mengajarkan seni bela diri pusako
kerajaan kepada masyarakat awam yang seharus hanya boleh diajarkan kepada
keluarga bangsawan kerjaan, maka kerajaan memutuskan untuk mengusir Muhammad
Kosim dari kerajaan Pagaruyuang.
Berdasarkan penelusuran di Pagaruyuang, Budayawan
Purwakarta Budi Rahayu Tamsah mengatakan pada jabar.sindonews.com bahwa hal
tersebut tidaklah demikian.
Versi lainnya menyebutkan, Ama Syahbandar pergi ke
Tanah Jawa lebih didasari karena persoalan politik. Dia mengasingkan diri dari
Pagaruyung, karena diduga terlibat konflik dengan penguasa VOC di daerahnya,
yang memerintah dengan cara sewenang-wenang. Untuk mendukung upaya-upaya dalam
melakukan perlawanan tersebut, Ama Syahbandar memberikan pembekalan berupa
kemampuan beladiri (silat) kepada para pemuda Pagaruyung, untuk mengimbangi kekuatan
kaum penjajah yang memiliki persenjataan yang lengkap.
Selanjutnya, dengan menumpang kapal dagang milik VOC, Ama Syahbandar memulai
petualangannya ke Tanah Jawa. Kemudian dia singgah dan menetap untuk sementara
waktu di sebuah pelabuhan di Batavia. Kemungkinan pelabuhan tersebut, yang kini
dikenal dengan nama Pelabuhan Tanjung Priok. Di tempat ini, kembali Ama
Syahbandar terlibat pertikaian dengan seorang pejabat VOC yang bertugas
mengawasi daerah pelabuhan dan sekitarnya.
Berkat ilmu silat yang dikuasainya, Ama Syahbandar dapat menghabisi si pejabat
VOC hanya dalam satu kali gerakan. Hal ini tentu saja mengundang kemarahan
Belanda. Dan, Ama Syahbandar pun akhirnya menjadi sasaran penangkapan Belanda.
"Akibat peristiwa itu, Ama Syahbandar menjadi tokoh yang ditakuti dan
disegani oleh penduduk sekitar. Karena pengaruhnya yang besar, Ama Syahbandar
akhirnya berhasil menguasai kawasan pelabuhan, dan berhak menyandang gelar
Syahbandar," ungkap Budi.
Dari Batavia, Ama Syahbandar melanjutkan perjalanannya
ke daerah Cianjur. Di tempat ini kemudian mengajarkan ilmu bela diri kepada
masyarakat setempat. Banyak di antara penduduk Cianjur, terutama kaum muda,
yang menjadi pengikut setia ajaran Syahbandar. Maka tak heran, setelah wafatnya
Ama Syahbandar, di daerah Cianjur terdapat beberapa petilasan sebagai bentuk
penghormatan dari para pengikut setia ajarannya.
Dari Cianjur, Ama Syahbandar sempat bermukim di Sindangkasih. Kemudian pindah
ke Wanayasa. Menurut sumber-sumber di Wanayasa, hal ini karena mengikuti ajakan
sahabatnya yang juga dikenal sebagai ahli silat, yakni Raden Jibja. Bahkan
akhirnya Ama Syahbandar menikah dengan adik Raden Jibja, yakni Nyi Raden Kendan
(Eyang Bubu).
Tidak diketahui, kapan persisnya tokoh Syahbandar ini mulai menjejakkan kakinya
di Wanayasa. Namun yang pasti, di daerah ini pun banyak penduduk yang berguru
kepada Ama Syahbandar.
Ajaran silat Syahbandar tidak hanya terdapat di Wanayasa atau daerah Cianjur,
melainkan menyebar dan berkembang ke daerah lain di Jawa Barat. Beberapa hal
yang menjadi ciri khas ajaran Syahbandar ini di antaranya adalah adanya
Persilatan Jurus Lima alias gaya Syahbandar. Jurus ini dikenal dengan beberapa
nama, antara lain: Lengkah Opat (Langkah Empat), Leumpang Lima (Jalan Lima),
Gerak Opat Kalima Pancer, Gerak Asror, Gerak Panca Tunggal, dan lain-lain.
Meski terkesan sederhana, gaya silat Syahbandar ini terbilang cukup unik.
Dikatakan unik karena selain relatif mudah untuk dipelajari, jurus Syahbandar
ini ternyata mampu menjaga orisinalitasnya dari pengaruh-pengaruh aliran silat
yang lain, terutama di Wanayasa. Keunikan tersebut, menurut para pengikut
ajaran Syahbandar di Wanayasa biasa, disebut dengan istilah Ulin Wanayasa.
Tentu saja, Ulin Wanayasa ini sulit ditemukan di daerah lain, karena diciptakan
Ama Syahbandar ketika dia sudah bermukim di Wanayasa.
Di Wanayasa, Ama Syahbandar mempunyai banyak murid, di antaranya Ama Wekling.
Disebut Ama Wekling, karena jabatannya saat itu adalah mantri guru, yang
disebut 'wekling' dalam bahasa Belanda. Namanya, menurut salah seorang
keturunannya dari Sagalaherang, adalah Raden Subrata.
Dari sekian banyak muridnya itulah bermunculan
berbagai aliran sial yang dan terus berkembang hingga saat ini. Umumnya
perguruan tersebut, selain mengajarkan bela diri fisik, juga diisi dengan
tenaga dalam atau kebathinan.
Dalam acara silaturrahmi FP2STI dengan Tuo Silek atau Guru Gadang Silek
Kumango tanggal 6 Oktober 2012, Kisawung, moderator SahabatSilat.com,sekaligus
praktisi Sabandar tergerak hatinya untuk menanyakan Silat 5 jurus yg merupakan
inti dari Maenpo Sabandar,sehubung karena Silek Kumango berasal dari Tanah
Datar tentu sangat hubungannya dekat dengan Kerajaan Pagaruyuang tempat asal
Muhammad Kosim.
Pada
kesempatan tersebut Guru Gadang Silek Kumango mengisahkan Bahwa sebenarnya
Silek Kumango itu ada dua, yaitu Silek Kumango Tuo yang merupakan asli dari
Syech Kumango pendirinya, dan Silek Kumango yg seperti dikenal sekarang. Silek
Kumango orde Tuo dikuasai oleh salah satu anak dari Syech Kumango dan anaknya
yg lain menciptakan Silek Kumango orde baru.
Suatu hari
terjadilah perselisihan antara kedua adik beradik ini. Perkelahian ini sangat
panjang sampai pada akhirnya perkelahian tersebut dilerai oleh Syech Kumango
himself dg satu pernyataan bahwa Silat Batin merupakan milik dari anaknya yg
menguasai Silek Kumango orde Tuo dan anaknya yg menciptakan Silek Kumango orde
baru disebut yg menguasai Silat Lahir.
Dikarenakan
hal itu, sang anak yg menguasai Silek Kumango Tuo pergi dari kampungnya dan
entah pergi kemana. Diketahui bahwa Silek Kumango Tuo juga terdiri 5
jurus....!!
Jadi, apakah
Sahbandar adalah anak dari Syech Kumango?????
Tentunya perlu dilakukan penelusuran yang lebih dalam tentang hal ini.
Ama Syahbandar meninggal dunia di Wanayasa dalam usia
114 tahun, yakni pada tahun 1880. Jasadnya dimakamkan berdampingan dengan
istrinya Eyang Bubu.
Makam Syahbandar berada di kompleks pemakaman umum di sebelah barat daya pasar
domba Desa Wanayasa, Berbeda dengan makam-makam tokoh sejarah lainnya, makam
Ama Syahbandar sudah ditembok dan di keramik bagian pinggirnya. Selain
itu tak jarang lokasi ini menjadi tempat ziarah terutama mereka yang kini masih
melestarikan seni bela diri pencak silat.
PENGARUH SILAT MINANG DALAM PERKEMBANGAN DUNIA PERSILATAN
DI NUSANTARA
Keberadaan Silat Minang sebagai seni bela diri tertua di
bumi Nusantara telah memberikan pengaruh pada perkembangan dunia persilatan di
Wilayah Negara Indonesia. Pengaruh ini diakibatkan oleh ketertarikan masyarakat
dari luar Minangkabau untuk mempelajari seni bela diri ini, baik belajar
langsung di Ranah Minang maupun dari para pendekar Minang yang berada di daerah
perantauan.
Diantara perguruan2 silat terbesar di Indonesia yang
memiliki unsur silat minang tersebut antara lain:
1.Silat Perisai Diri,
Keluarga
Silat Nasional Indonesia Perisai Diri atau disingkat Kelatnas Indonesia Perisai
Diri adalah organisasi olahraga beladiri yang didirikan oleh R.M. Soebandiman Dirdjoatmodjo pada tanggal 2 Juli 1955 di Surabaya, Jawa Timur
R.M. Soebandiman Dirdjoatmodjo lahir di Yogyakarta pada tanggal 8 Januari 1913 di lingkungan
pura Pakualaman. Dia adalah putra pertama dari R.M. Pakoe Soedirdjo,
buyut dari Sri Paduka Paku Alam II. Sejak berusia 9 tahun dia telah dapat menguasai
ilmu pencak
silat yang ada di lingkungan
keraton sehingga mendapat kepercayaan untuk melatih teman-temannya di
lingkungan Pakualaman.
Karena ingin meningkatkan kemampuan ilmu
silatnya, setamat HIK (Hollands Inlandsche Kweekschool) atau sekolah pendidikan
guru, dia meninggalkan Yogyakarta untuk merantau tanpa membawa bekal apapun dengan
berjalan kaki.
Tempat yang dikunjunginya
pertama adalah Jombang, Jawa Timur. Di sana dia belajar silat pada
K.H. Hasan Basri, sedangkan pengetahuan agama dan lainnya diperoleh dari Pondok
Pesantren Tebuireng. Di samping belajar, dia juga bekerja di Pabrik
Gula Peterongan untuk membiayai keperluan hidupnya. Setelah menjalani
gemblengan keras dengan lancar dan dirasa cukup, dia kembali ke barat. Sampai
di Solo dia belajar silat pada Sayid
Sahab. Dia juga belajar kanuragan pada kakeknya, Ki Jogosurasmo.
Dia masih belum merasa puas
untuk menambah ilmu silatnya. Tujuan berikutnya adalah Semarang, di sini dia belajar silat pada
Soegito dari aliran Setia Saudara. Dilanjutkan dengan mempelajari ilmu
kanuragan di Pondok Randu Gunting Semarang. Rasa keingintahuan yang besar
pada ilmu beladiri menjadikan R.M.
Soebandiman Dirdjoatmodjo masih belum merasa puas dengan apa
yang telah dia miliki. Dari sana dia menuju Cirebon setelah singgah terlebih
dahulu di Kuningan. Di sini dia belajar lagi ilmu silat dan kanuragan dengan
tidak bosan-bosannya selalu menimba ilmu dari berbagai guru. Selain itu dia
juga belajar silat Minangkabau dan
silat Aceh. Namun tidak ada keterangan yang jelas
mengenai nama guru yang mengajarkannya silat Minangkabau.
Perguruan
Silat Perisai Diri termasuk perguruan
silat terbesar di Indonesia dengan cabang di berbagai negara. memiliki karakter
silat tersendiri yang merupakan hasil kreativitas gemilang dari pendirinya.
Perguruan ini memiliki beberapa unsur Minangkabau di dalam gerakannya.
Salah satu metoda yang
diajarkan dalam perguruan ini adalah Gerakan teknik Minangkabau mirip dengan tarian
tradisional dari Minangkabau, Sumatra Barat. Tujuan dari mempelajari
teknik ini adalah untuk memperkuat otot-otot paha dan otot belakang. Teknik ini
juga memberikan pengalaman tentang bagaimana rasanya bila kita berada pada
posisi yang merendah ke tanah. Rangkaian teknik Minangkabau diajarkan kepada
pesilat yang menduduki tingkat Calon Keluarga.
Untuk menyerang lawan,
teknik Minang seringkali mendahului dengan
membuka bagian lemah dari badannya dengan gerakan yang lambat. Ini adalah
pancingan yang disengaja agar lawan menyerang terlebih dahulu. Ketika lawan
datang dengan serangan, saat itulah teknik Minang akan bergerak sangat cepat
dan keras menghancurkan serangan lawan tersebut dengan sikunya dan dilanjutkan
dengan serangan berikutnya.
2.Perguruan Silat Setia Hati
Perguruan Silat Setia Hati, adalah
perguruan besar dari Tanah Jawa. Pada masa dahulunya, pendiri dari perguruan
ini, Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo banyak belajar dari silek Minangkabau di
samping belajar dari berbagai aliran dari silat di Tanah Sunda, Betawi, Aceh,
dan kawasan lain di Nusantara. Silek Minangkabau telah menjadi unsur penting dalam jurus-jurus
Perguruan Setia Hati. Setidaknya hampir semua aliran silek penting di
Minangkabau telah dia pelajari selama di Sumatra Barat pada tahun
1894-1898. Dia adalah tokoh yang menghargai sumber keilmuannya, sehingga
dia memberi nama setiap jurus yang diajarkannya dengan sumber asal gerakan itu.
Dia memiliki watak pendekar yang mulia dan menghargai guru.
Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo nama
kecilnya adalah Muhamad Masdan, yang lahir pada tahun 1876 di Surabaya putra
sulung Ki Ngabei Soeromihardjo (mantri cacar di ngimbang kab: jombang Ki ngabei
Soeromihardjo adalah saudara sepupu RAA Soeronegoro (bupati Kediri pada saat
itu). Ki Ageng soerodiwirdjo mempunyai garis keterunan batoro katong di
Ponorogo, beliau kawin dengan ibu sarijati umur 29 tahun di surabaya dari
perkawinan itu dianugrahi 3 anak laki-2 dan 2 anak perempuan namun semuanya
meninggal dunia sewaktu masih kecil.
Pada
tahun 1894 Ki Ageng Soerodiwirdjo pindah ke bengkulu karena pada saat itu orang
yang di ikutinya (orang belanda) pindah kesana.di bengkulu permainanya sama
dengan di jawa barat, enam bulan kemudian pindah ke padang. Di kedua daerah ini
Ki Ageng Soerodiwirdjo juga memperdalam dan menambah pengetahuannya tentang
dunia pencak silat. Permainan yang diperolehnya di minangkabau antara lain :
* Permainan padang Pariaman
* Permainan padang Sidempoan
* Permainan padang Panjang
* Permainan padang Pesur / padang baru
* Permainan padang sikante
* Permainan padang alai
* Permainan padang partaikan
Permainan
yang di dapat dari bukit tinggi yakni :
* Permainan Orang lawah
* Permainan lintang
* Permainan solok
* Permainan singkarak
* Permainan sipei
* Permainan paya punggung
* Permainan katak gadang
* Permainan air bangis
* Permainan tariakan
Pada
tahun 1902 Ki Ageng Soerodiwirdjo kembali ke Surabaya dan bekerja sebagai
anggota polisi dengan pangkat mayor polisi. Tahun 1903 di daerah tambak
Gringsing untuk pertama kali Ki Ageng Soerodiwirdjo mendirikan perkumpulan
mula-mula di beri nama ‘SEDULUR TUNGGAL KECER” dan permainan pencak silatnya
bernama “ JOYO GENDELO” .
Pada
tahun 1917 nama tersebut berubah, dan berdirilah pencak silat PERSAUDARAAN
SETIA HATI, (SH) yang berpusat di madiun tujuan perkumpulan tersebut
diantaranya, agar para anggota (warga) nya mempunyai rasa Persaudaraan dan
kepribadian Nasional yang kuat karena pada saat itu Indonesia sedang di jajah
oleh bangsa belanda. Ki Ageng Soerodiwirdjo wafat pada hari jum`at legi tanggal
10 nopember 1944 dan di makamkan di makam Winongo madiun dalam usia enam puluh
delapan tahun (68).
3.Satria Muda Indonesia
Perguruan
Pencak Silat Satria Muda Indonesia (PPS SMI) adalah merupakan pengembangan dari
Perguruan Silat "Baringin Sakti", yang didirikan pada tahun 1955 oleh
3 orang pemuda Minang, yakni:
- H. Abu
Zahar
- H. Oemar
mantup (mayor laut)
- G.M.S.
Lebe
Gagasan nama pengganti Perguruan Silat
"Baringin Sakti" berasal dari H. Prabowo Subianto (Letjen TNI
Purnawirawan), semula nama pengganti adalah "Satria Muda" kemudian
dilengkapi menjadi "Satria Muda Indonesia".
Perguruan
Pencak Silat Satria Muda Indonesia (PPS SMI) diresmikan berdirinya pada tanggal
19 Juli 1987 di Lembah Pinus Ciloto -Jawa barat. Tokoh-tokoh perintis Pencak
Silat Satria Muda Indonesia (PPS SMI) adalah generasi muda murid-murid Alm. H.
Abu Zahar dari Perguruan Silat "Baringin Sakti", yakni :
- H. Prabowo
Subianto (Letjen TNI Purnawirawan)
- H. Ismet
Yuzairi (Mayjen TNI Purnawirawan
- H. R.A.N.
Tanoedjiwa (Brigjen TNI Purnawirawan)
- Drs.
Edward Lebe, H.M
- Indra
Chatib
- Yan
Yulidar
- Ir.Lukman
R.G
- H.
Robinsyah Goffar
- Ir. Erizal
Cal Chaniago
V. FALSAFAH
SATRIA MUDA INDONESIA:
Zahir silat
mencari kawan, Batin silat mencari Tuhan
Jaga tali
jangan putus, Ingat rasa jangan hilang
Bersiang
sebelum tumbuh, Melantai sebelum luluh
Bergantung
pada tali yang tidak akan putus
Berpegang
pada rasa yang tidak akan hilang
Garak-garik
pandang pitunggua
Garak-garik
pandang kutiko
Garak-garik
raso pareso
Selisih
pantang dicari, Bersuo dihindari
Sekali dimulai
titik mati baru berhenti
4.Silat Sabandar (Maenpo Sabandar)
Silat Sabandar adalah aliran silat yang berkembang di desa Sabandar,
Karangtengah, Cianjur, Jawa Barat, yang dikembangkan oleh Muhammad Kosim dari
Sumatra Barat yang dikenal dengan Syahbandar. Silat ini merupakan aliran silat
campuran/hibrida antara Silat Minangkabau dan Silat Sunda. Hal ini sesuai dengan
falsafah Minangkabau “dima bumi
dipijak di situ langik dijunjuang, dima rantiang dipatah di situ aia disauak “,
maksudnya orang minang yang merantau hendaknya bisa melebur atau membaur dengan
masyarakat sekitar di tempat perantauan yang mereka tinggali.
Tokoh lain yang berpengaruh
besar terhadap perkembangan silat Sabandar adalah Kari dan Madi. Konon menurut
kabarnya Madi juga merupakan seorang pendekar yang berasal dari Minangkabau.
Silaturrahmi yang saling menguntungkan antara dua ahli silat telah melahirkan
aliran baru, sehingga sudah sulit membedakan mana silat yang asli diajarkan
oleh Mamak Kosim, mana yang berasal dari ajaran Kadi dan Madi. Disamping
peleburan gerakan fisik, peleburan aspek spiritual tentu saja tidak bisa
dihindarikan dari silaturahmi tokoh-tokoh silat ini.
Jika Mamak Kosim berasal
dari Ranah Minangkabau, maka Mamak Kosim sudah dapat dipastikan memiliki
kemampuan silat secara fisik dan juga memiliki aspek-aspek spritualnya, karena
di dalam pepatah Minangkabau mengatakan bahwa nan lahia babatin (
yang lahir memiliki aspek batinnya). Di zaman dia hidup tersebut tidak mungkin
silat di Minangkabau diajarkan tanpa diberi isi. Isi itu lebih
berdekatan ke arah pengajian tarekat setelah dipengaruhi Islam, dalam hal ini
bisa dilacak dasarnya dari tarekat yang dominan di Sumatra Barat di zaman itu,
yakni Satariah (Syaththariyyah), Naqsabandiyah dan Samaniah.
Tarekat
Samaniah hanya berkembang di daerah Luhak (Kabupaten) Limapuluh Kota dengan ibu
kota Payakumbuh, sedangkan dua tarekat lain berkembang ke wilayah lain di
Minangkabau bahkan sampai ke daerah rantau (provinsi-provinsi di sekitar
Sumatra Barat saat ini bahkan sampai ke Malaysia). Salah satu ajaran dari
Satariah adalah takhalli (kosongkan dari keburukan), tahalli (isi
dengan kebajikan) dan tajalli (kehadiran cahaya ilahi di dalam
diri pengamalnya). Sementara itu
tarekat samaniah yang menggunakan anggota tubuh secara aktif menyatu ke dalam
gerakan silat, jadi zikir itu sendiri adalah gerakan pada silat. Bagaimanapun,
dibutuh kajian lebih dalam bagaimana pengaruh kajian tarekat di dalam silat
Sabandar yang ada saat sekarang dan dibandingkan dengan sumbernya di Ranah
Minangkabau.
Permainan
menggunakan rasa juga dikenal di dalam terminologi silat di Minangkabau, negeri
asal Muhammad Kosim, yakni mamakai garak jo raso (menggunakan
insting dan rasa) pada tingkat mahir. Pada level ini pesilat sudah menggunakan
ketajaman insting dan bersilat dengan gerakan cepat, tepat dan pas tanpa perlu
dipikirkan dulu.
Dilansir dari
situs https://pentcaksilat.blogspot.com , kemungkinan adanya hubungnan antara
Silek Kumango dengan Silat Sabandar yang diajarkan oleh Muhammad Kosim,karena
Silek Kumango berasal dari Tanah Datar yang berlokasi tidak jauh dari Nagari
Pagaruyuang.
Menurut kisah Tuo Silek yang hadir saat itu atas undangan FP2STI bahwa
sebenarnya Silek Kumango itu ada dua, yaitu Silek Kumango Tuo yang merupakan
asli dari Syech Kumango pendirinya, dan Silek Kumango Orde Baru yg seperti
dikenal sekarang.
Diceritakan
bahwa Silek Kumango orde Tuo dikuasai oleh salah satu anak dari Syech Kumango
dan anaknya yg lain menciptakan Silek Kumango orde baru. Ketika itu Syech Kumango menyatakan bahwa Silat Batin
merupakan milik dari anaknya yg menguasai Silek Kumango orde Tuo dan anaknya yg
menciptakan Silek Kumango orde baru disebut yg menguasai Silat Lahir.
Dikarenakan hal itu, sang anak yg menguasai Silek Kumango Tuo pergi dari
kampungnya dan entah pergi kemana. Dan diketahui bahwa Silek Kumango Tuo juga
terdiri 5 jurus seperti halnya Silek Sabandar yang juga memiliki 5 Jurus.
5.Aliran –aliran Silat yang terkait
dengan Keilmuan Syahbandar
Sebagaimana
telah disebutkan sebelumnya Tokoh lain yang berpengaruh besar terhadap perkembangan
silat di tanah jawa adalah Kari, Madi dan Syahbandar.
Silaturrahmi
yang saling menguntungkan antara tokoh tersebut telah melahirkan aliran baru.
Diantara
perguruan silat aliran baru tersebut adalah:
-Gerak
Badan Pencak Margaluyu Pusat
Gerak Badan
Pencak Margaluyu Pusat didirikan oleh S. Andadinata yang lebih
dikenal dengan nama Abah
Andadinata pada tahun 1932.
Dari salah satu versi sejarah pendirian perguruan ini
dikatakan bahwa abah Andainata datang ke Padepokan silat juragan Rd
Haji Ibrahim Yang dikenal sebagai pendiri dan pencetus MaenpoCikalong.
bahwa Mama Anda belajar gerak jurus 10 dari Mama Rd. Hasan -
yang masih keluarga mama Rd. Ibrahim. Sumber kesaksian menyebutkan bahwa mama
Anda dan Mama Rd. Hasan, beserta Mama Endin dari Samarang Garut merupakan tiga
serangkai murid Mama Rd. H. Abdul Kahpi. Yang jelas dari 10 jurus halusan
Margaluyu Pusat sangat kental dengan pengaruh maenpo Cikalong. yang berbasis
pada silat Madi, Kari dan silat asli Cianjur.
Tokoh Maenpo Cikalong yang usianya relatip lebih muda dari juragan Rd Haji
Ibrahim adalah juragan Rd Haji Abullah yang mewarisi ilmu
pencak silat Sabandar. Sedangkan Silat Sabandar berasal dari Moh
Kosim yang konon berasal dari Pagaruyung Minangkabau Sumatera Barat. Dari juragan Rd Haji Abdullah, abah Andadinata
mewarisi ilmu pencak silat Sabandar yang tata geraknya sangat halus dan
lembut. Kompilasi tata gerak Madi, Kari, Sabandar dan Khaer inilah
yang dikemudian hari menjadi 10 jurus wajib Gerak Badan Pencak Margaluyu Pusat
ditambah ilmu Hikmah yang diharkatkan setelah selesai berlatih.
-Maenpo Cikalong
Aliran
Cikalong adalah aliran pencak silat yang berasal dari daerah Cianjur, tepatnya
desa Cikalong -Cikundul (tempat awal mula berdirinya Cianjur) yang berada kini
di kecamatan Cikalong Kulon lokasi ini dapat ditempuh melalui rute jalur
alternatif dari Jakarta melalui Jonggol. Kebanyakan orang mengira bahwa aliran
Cikalong ini adalah merupakan bela diri yang terinspirasi dari teknik
perkelahian hewan mamalia terbang yaitu kalong (pteropus edulis) atau kelelawar
besar berdasarkan pada kata dari aliran ini. Maenpo Cikalong sama sekali tidak
mengambil bentuk atau terinspirasi dari hewan, Maenpo Cikalong adalah aliran
bela diri pencak silat yang merupakan hasil perenungan dari Raden Jayaperbata
setelah menunaikan rukun Islam ke lima, Raden Jayaperbata berganti nama menjadi
Raden Haji Ibrahim Jayaperbata.
Raden Haji
Ibrahim Jayaperbata yang terlahir dari keluarga ningrat dan bangsawan Cianjur,
leluhurnya adalah merupakan salah satu pendiri Cianjur. Lahir diawal abad XVIII
atau tepatnya pada tahun 1816 meninggal tahun 1906, di desa Cikalong. Diketahui
bahwa salah satu dari leluhurnya, Raden Wiranagara atau yang dikenal dengan
nama Aria Cikalong pernah berguru dan membawa seorang ahli silat bernama Embah
Kahir atau Embah Khaer yang kemudian menetap dikenal sebagai aliran Cimande.
tak kurang
dari 17 (tujuh belas) guru / perguruan Raden Jayaperbata menimba ilmu bela diri
pencak silat, Kebanyakan dari aliran yang dipelajarinya adalah memiliki dasar
Cimande. Hal ini dapat dipahami karena saat itu telah berkembang pesat aliran
Cimande dan menjadi rujukan bagi perguruan silat yang berada di Tatar Pasundan.
Namun dari sekian banyak perguruan dan guru yang dijadikan tempat menimba
ilmunya hanya ada empat guru yang menjadi figur sentral dalam aliran Cikalong
yang di kemudian hari.
Mereka
adalah :
a. Raden
Ateng Alimuddin
b. Bang
Ma’ruf / Rauf
c. Bang Madi
d. Bang
Kari.
Keempat guru
inilah yang sangat mempengaruhi bentuk jurus, pola langkah maupun pengerahan
tenaga pada aliran Cikalong. Sementara Sabandar atau Mama Kosim atau Mohammad
Kosim menjadi bagian dari rumusan pola pengerahan tenaga aliran Cikalong pada
generasi kedua dan seterusnya, sehingga memperkaya kaidah yang dimiliki aliran
ini.
-BUDI
SUCI
Perguruan Budi Suci didirikan oleh Haji Abdul Rosyid, pada
tahun 1932. Aliran ini banyak menyebar ke
Jawa dan Sumatera.
Beliau
dilahirkan di Indramayu pada tahun 1902,yang dimana
beliau diasuh dan dibesarkan serta dibimbing oleh Pamannya HAJI YASSIN.
Melihat dari
sejarah berdirinya perguruan Budi Suci memang tidak ditemukan adanya hubungan
langsung antara pendiri Perguruan ini dengan orang Minang ataupun dengan aliran
perguruan silat Minang manapun.
Dari kalangan Budi Suci atau perguruan yang
mengambil sumber dari aliran yang didirikan H Abdul Rosyid ini setidaknya ada 3
nama tokoh yang disebut-sebut dalam “ritual” amalannya, yaitu Madi, Kari dan Subandari
atau Syahbandar.
Dilansir dari http://mzbudisuci.blogspot.com, Bapak Mohammad Sidik, anak sekaligus murid dari H
Abdul Rosyid, pada tahun 1985 mengatakan bahwa jurus tenaga dalam Budi
Suci diwarnai oleh keilmuan Abah Khoir dan Nampon.
Dari aliran Budi Suci yang keilmuannya konon
bersumber dari Khoir dan Nampon, juga tidak berani mengklaim bahwa tenaga dalam
itu bersumber (hanya) dari Nampon seorang.
Begitu halnya kalangan yang mengambil sumber dari
Margaluyu.
Kalangan Budi Suci, menganalisa bahwa Namponlah yang
patut dianggap sebagai pencipta, karena dalam ritual (wirid), nama-nama yang
disebut adalah Madi, Kari dan Syahbandar (Syeh Subandari), sedangkan nama
Nampon tidak disebut-sebut. Ini menunjukkan bahwa inspirasi ilmu berasal dari
tokoh sebelum Nampon, walau nampon yang kemudian merangkum dan
menyempurnakannya.
Dengan
demikian secara tidak langsung keilmuan dalam perguruan Silat Budi Suci masih
terhubung dengan keilmuan yang diajarkan oleh Madi dan Syahbandar yang berasal
dari Sumatera Barat yang memiliki dan menguasai silat Minang baik secara lahir
maupun secara bathin.
Silat di Minangkabau sudah ada sejak zaman Kerajaan Pasumayan Koto Batu atau dikenal dengan Kerajaan Pariangan Koto Batu merupakan salah satu kerajaan tertua di Ranah Minang.
Kerajaan Pariangan Kota Batu dipimpin oleh raja pertama yang bernama Sri Maharajo Dirajo.
Sebelum bernama Silek, seni bela diri di kerajaan tersebut adalah GAYUANG yang diciptakan oleh Raja Sri Maharajo Bersama penasehatnya Cati Bilang Pandai.
Menurut cara pemakaiannya, Gayuang terbagi 2 macam:
1.Gayuang Lahia
2.Gayuang Bathin.
Gayuang Lahia merupakan beladiri fisik yang menyerang bagian vital lawan yang dikenal dengan sebutan “sajangka duo jari”
sementara gayuang bathin adalah cara bertarung tanpa melakukan kontak fisik dengan dengan lawan alias dengan cara kebathinan.
Selain gayuang, ilmu bela diri di ranah minang pada masa itu juga dimiki oleh 4 dubalang (pengawal atau penjaga wilayah) kerajaan yang konon kabarnya berasal dari luar kerajaan.
Ke 4 dubalang itu yaitu:1. Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja), yang bertugas ke arah lasi,2. Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa), yang bertugas untuk menjaga di wilayah luhak agam,3. Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailand) yang bertugas di luhak 50 kota,4. Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia).yang bertugas di daerah perantauan Minangkabau.
Setelah Raja Sri Maharajo Dirajo mangkat, pemerintahan berikutnya digantikan oleh Datuak Sri Dirajo, diperkirakan pada tahun 1119 Masehi.
Datuk Sri Dirajo yang menguasai ilmu gayuang dan juga ilmu bela diri keempat dubalang tersebut, menggabungkan semua teknik bela diri menjadi seni bela diri baru yang disebut dengan SILEK, dan pada akhirnya disebut dengan aliran silek Tuo.
Gerak dan langkah silek ini nampak sederhana saja, namun dapat melumpuhkan bahkan mematikan bahkan mampu mematahkan kepala lawan dalam waktu yang singkat.
Beberapa konsep dari Gerak dan Langkah silek Minangkabau itu adalah
1. Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah)
pola berdiri dan langkah adalah Ciri khas dari permainan silek.
Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka cari rusuh dan merusak tatanan alam dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam permainan silat, posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan.
yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang (berdiri runcing atau berdiri serong) dengan posisinya selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.
Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari dari gelek, balabek, simpia dan baliak (Lihat penjelasan istilah ini pada Kurikulum. Adapun pola langkah yang dipergunakan ada yang dinamakan
·langkah tigo (langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga). Silek yang dimainkan oleh Mak Danin Capek di Cupak Solok, Sumatra Barat, misalnya lebih menekankan penggunaan langkah tiga, sehingga dia menyebutnya sebagai Silek Langkah Tigo (silat langkah tiga).[43]
·langkah ampek (langkah empat, pola langkah yang membentuk segiempat)
·langkah sambilan (langkah sembilan): untuk mancak (pencak)
2. Garak jo Garik (Gerak dan Gerik)
Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik.
Garak artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya.
Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang datang.
3. Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa)
·Raso (Rasa)
Raso atau rasa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu.
·Pareso (Periksa)
Pareso adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar.
Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran dalam upaya untuk memperoleh kemenangan.
Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (Rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.
Alam fikiran Minangkabau memiliki konsep berpasangan, ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas). Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya, oleh sebab itu sepasang pemain silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja.[44] Mereka baru berhenti kalau sudah letih atau capek. Hal yang sama juga terjadi pada peniup saluang, mereka bisa meniup alat musik itu tanpa putus-putus sampai lagu selesai.
Guru silek mengatakan, jika tagang badantiang, maka ia akan putus atau rusak, dan jika kandua manjelo (mengalun) itu artinya lemah. Adapun silek Minangkabau tidaklah demikian, silat itu adalah kombinasi pas antara kelembutan dan kekuatan, dia lembut tetapi keras, dia keras tetapi lembut. Mungkin istilah lentur atau plastis bisa disamakan dengan pengertian ungkapan di atas. Di dalam permainan silek, serangan lawan itu tidak ditangkis atau dihadang, namun dipapah atau dibelokkan ke arah lain. Menangkis serangan lawan, seperti sepak atau tinju akan membawa risiko memar atau cedera, namun jika serangan itu dibelokkan, risiko cedera bisa dihindari dan lawan akan terdorong ke arah lain.
6. Adaik manuruik alua, alua manuruik patuik jo mungkin (Alami, logis dan efektif)
Tubuh manusia memiliki alur dan pola, gerakan silek harus mengikuti alur tubuh manusia, jangan menentangnya. Konsep ini adalah konsep flow (mengalir) di dalam permainan silat. Jika konsep ini dipakai, maka permainan silek akan terlihat indah dan mengalir, serta aman. Sekali alur itu dilanggar, maka akan terjadi apa yang disebut sungsang (terbalik arah) yang dapat berakibat cedera mulai dari ringan sampai patah. Silek disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangan kaidah hukum alam sehingga menghasilkan gerakan yang LOGIS dan EFEKTIF untuk beladiri. Bagaimana mengikuti alur tubuh yang baik dapat dilihat pada gerakan silat yang dimainkan .
Prinsip umum silat bahwa gerakan memukul yang diawali dengan ancang-ancang rileks, santai atau tanpa tegangan akan menghasilkan efek pukulan lebih keras daripada pukulan yang diawali dengan ancang-ancang yang kaku . Efek ini terjadi karena alur dari gerakan alamiah tubuh sendiri.
Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya banyaklah perkembangan Silek Tuo di Minangkabau yang di ubah oleh Pandeka-Pandeka yang sudah menjadi Tuo "Guru" diantaranya adalah
-Silek Harimu
-Silek Kumango
-Silek Langkah 3
-Silek Langkah 4
-Silek Staralak
-Silek Pauah
-DLL
Sifat perantau dari masyarakat Minangkabau telah membuat silek Minangkabau sekarang tersebar ke mana-mana di seluruh dunia. Pada masa dahulunya, para perantau ini memiliki bekal beladiri yang cukup dan ke mana pun mereka pergi mereka juga sering membuka sasaran silat (perguruan silat) di daerah rantau dan mengajarkan penduduk setempat beladiri milik mereka. Mereka biasanya lebur dengan penduduk sekitar karena ada semacam pepatah di Minangkabau yang mengharuskan mereka berbaur dengan masyarakat di mana mereka tinggal. Bunyi pepatah itu adalah dima bumi dipijak di situ langik dijunjuang, dima rantiang dipatah di situ aia disauak (Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, di mana rantiang dipatah di situ air disauk). Pepatah ini mengharuskan perantau Minang untuk menghargai budaya lokal dan membuka peluang silat Minangkabau di perantauan mengalami modifikasi akibat pengaruh dari beladiri masyarakat setempat dan terbentuklah genre atau aliran baru yang bisa dikatakan khas untuk daerah tersebut. Silek Minangkabau juga menyebar karena diajarkan kepada pendatang yang dahulunya berdiam di Ranah Minang. Jadi dapat dikatakan bahwa silek itu menyebar ke luar wilayah Minangkabau karena sifat perantau dari masyarakat Minangkabau itu sendiri Seperti Muhammad Kosim atau dikenal dengan Syahbandar di Jawa Barat dan karena diajarkan kepada pendatang seperti Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo pendiri Perguruan Silat Setia Hati.
Silek yang menyebar ke daerah rantau (luar kawasan Minangkabau) ada yang masih mempertahankan format aslinya ada yang telah menyatu dengan aliran silat lain di kawasan Nusantara. Beberapa perguruan silat menyatukan unsur-unsur silat di Nusantara dan Silek Minang masuk ke dalam jenis silat yang memengaruhi gerakan silat mereka.
PANJANG NAMUAH DIKAREK SENTENG NAMUAH DIBILAI, SINGKEK NAMUAH DIULEH, KURANG NAMUAH DITUKUAK