Rabu, 30 Oktober 2019

SAHBANDAR : LEGENDA PENDEKAR MINANG DI TATAR PASUNDAN





SAHBANDAR : LEGENDA PENDEKAR MINANG DI TATAR PASUNDAN

Kecamatan Wanayasa merupakan salah satu wilayah di KabupatenPurwakarta yang menyimpan segudang cerita masa lalu. Di kecamatan yang berada di lereng Gunung Burangrang ini pernah hidup seorang pendekar yang memiliki ilmu pencak silat tingkat tinggi dan cukup disegani di Tatar Pasundan. Namanya Eyang Syahbandar.

Eyang Syahbandar atau Mamak Syahbandar atau Subandari atau Syech Subandari sejatinya seorang pengembara dari Minangkabau. Nama aslinya adalah Mohammad Kosim, dilahirkan di Pagaruyung, Sumatera Barat pada tahun 1766 .
Pada masanya, pasangan Ama Syahbandar dan istrinya Nyi Raden Kendan atau Eyang Bubu, adalah pasangan pendekar silat yang sangat disegani.
Menurut keterangan dari Bpk.Letkol Ckh. Abdur Rauf,SH (Sesepuh Pusaka Paguron Cikalong / PPC / Cianjur) dalam warunglpj.blogspot.com mengatakan bahwa Beliau pernah mendengar keterangan dari para Sesepuh Cikalong terdahulu bahawasanya Moh Kosim adalah keturunan bangsawan kerajaan yang diusir dari Pagaruyung kerana mengajarkan Silat Pusako kepada masyarakat awam. Sehingga dianggap secara tidak langsung akan mengganggu dan mengancam wibawa kerajaan. Karena dianggap telah melanggar peraturan, mengajarkan seni bela diri pusako kerajaan kepada masyarakat awam yang seharus hanya boleh diajarkan kepada keluarga bangsawan kerjaan, maka kerajaan memutuskan untuk mengusir Muhammad Kosim dari kerajaan Pagaruyuang.
Berdasarkan penelusuran di Pagaruyuang, Budayawan Purwakarta Budi Rahayu Tamsah mengatakan pada jabar.sindonews.com bahwa hal tersebut tidaklah demikian.
Versi lainnya menyebutkan, Ama Syahbandar pergi ke Tanah Jawa lebih didasari karena persoalan politik. Dia mengasingkan diri dari Pagaruyung, karena diduga terlibat konflik dengan penguasa VOC di daerahnya, yang memerintah dengan cara sewenang-wenang. Untuk mendukung upaya-upaya dalam melakukan perlawanan tersebut, Ama Syahbandar memberikan pembekalan berupa kemampuan beladiri (silat) kepada para pemuda Pagaruyung, untuk mengimbangi kekuatan kaum penjajah yang memiliki persenjataan yang lengkap.

Selanjutnya, dengan menumpang kapal dagang milik VOC, Ama Syahbandar memulai petualangannya ke Tanah Jawa. Kemudian dia singgah dan menetap untuk sementara waktu di sebuah pelabuhan di Batavia. Kemungkinan pelabuhan tersebut, yang kini dikenal dengan nama Pelabuhan Tanjung Priok. Di tempat ini, kembali Ama Syahbandar terlibat pertikaian dengan seorang pejabat VOC yang bertugas mengawasi daerah pelabuhan dan sekitarnya.

Berkat ilmu silat yang dikuasainya, Ama Syahbandar dapat menghabisi si pejabat VOC hanya dalam satu kali gerakan. Hal ini tentu saja mengundang kemarahan Belanda. Dan, Ama Syahbandar pun akhirnya menjadi sasaran penangkapan Belanda.

"Akibat peristiwa itu, Ama Syahbandar menjadi tokoh yang ditakuti dan disegani oleh penduduk sekitar. Karena pengaruhnya yang besar, Ama Syahbandar akhirnya berhasil menguasai kawasan pelabuhan, dan berhak menyandang gelar Syahbandar," ungkap Budi.

Dari Batavia, Ama Syahbandar melanjutkan perjalanannya ke daerah Cianjur. Di tempat ini kemudian mengajarkan ilmu bela diri kepada masyarakat setempat. Banyak di antara penduduk Cianjur, terutama kaum muda, yang menjadi pengikut setia ajaran Syahbandar. Maka tak heran, setelah wafatnya Ama Syahbandar, di daerah Cianjur terdapat beberapa petilasan sebagai bentuk penghormatan dari para pengikut setia ajarannya.

Dari Cianjur, Ama Syahbandar sempat bermukim di Sindangkasih. Kemudian pindah ke Wanayasa. Menurut sumber-sumber di Wanayasa, hal ini karena mengikuti ajakan sahabatnya yang juga dikenal sebagai ahli silat, yakni Raden Jibja. Bahkan akhirnya Ama Syahbandar menikah dengan adik Raden Jibja, yakni Nyi Raden Kendan (Eyang Bubu).

Tidak diketahui, kapan persisnya tokoh Syahbandar ini mulai menjejakkan kakinya di Wanayasa. Namun yang pasti, di daerah ini pun banyak penduduk yang berguru kepada Ama Syahbandar.

Ajaran silat Syahbandar tidak hanya terdapat di Wanayasa atau daerah Cianjur, melainkan menyebar dan berkembang ke daerah lain di Jawa Barat. Beberapa hal yang menjadi ciri khas ajaran Syahbandar ini di antaranya adalah adanya Persilatan Jurus Lima alias gaya Syahbandar. Jurus ini dikenal dengan beberapa nama, antara lain: Lengkah Opat (Langkah Empat), Leumpang Lima (Jalan Lima), Gerak Opat Kalima Pancer, Gerak Asror, Gerak Panca Tunggal, dan lain-lain.

Meski terkesan sederhana, gaya silat Syahbandar ini terbilang cukup unik. Dikatakan unik karena selain relatif mudah untuk dipelajari, jurus Syahbandar ini ternyata mampu menjaga orisinalitasnya dari pengaruh-pengaruh aliran silat yang lain, terutama di Wanayasa. Keunikan tersebut, menurut para pengikut ajaran Syahbandar di Wanayasa biasa, disebut dengan istilah Ulin Wanayasa. Tentu saja, Ulin Wanayasa ini sulit ditemukan di daerah lain, karena diciptakan Ama Syahbandar ketika dia sudah bermukim di Wanayasa.

Di Wanayasa, Ama Syahbandar mempunyai banyak murid, di antaranya Ama Wekling. Disebut Ama Wekling, karena jabatannya saat itu adalah mantri guru, yang disebut 'wekling' dalam bahasa Belanda. Namanya, menurut salah seorang keturunannya dari Sagalaherang, adalah Raden Subrata.    
Dari sekian banyak muridnya itulah bermunculan berbagai aliran sial yang dan terus berkembang hingga saat ini. Umumnya perguruan tersebut, selain mengajarkan bela diri fisik, juga diisi dengan tenaga dalam atau kebathinan.
Dalam acara silaturrahmi FP2STI dengan Tuo Silek atau Guru Gadang Silek Kumango tanggal 6 Oktober 2012, Kisawung, moderator SahabatSilat.com,sekaligus praktisi Sabandar tergerak hatinya untuk menanyakan Silat 5 jurus yg merupakan inti dari Maenpo Sabandar,sehubung karena Silek Kumango berasal dari Tanah Datar tentu sangat hubungannya dekat dengan Kerajaan Pagaruyuang tempat asal Muhammad Kosim.
Pada kesempatan tersebut Guru Gadang Silek Kumango mengisahkan Bahwa sebenarnya Silek Kumango itu ada dua, yaitu Silek Kumango Tuo yang merupakan asli dari Syech Kumango pendirinya, dan Silek Kumango yg seperti dikenal sekarang. Silek Kumango orde Tuo dikuasai oleh salah satu anak dari Syech Kumango dan anaknya yg lain menciptakan Silek Kumango orde baru.
Suatu hari terjadilah perselisihan antara kedua adik beradik ini. Perkelahian ini sangat panjang sampai pada akhirnya perkelahian tersebut dilerai oleh Syech Kumango himself dg satu pernyataan bahwa Silat Batin merupakan milik dari anaknya yg menguasai Silek Kumango orde Tuo dan anaknya yg menciptakan Silek Kumango orde baru disebut yg menguasai Silat Lahir.
Dikarenakan hal itu, sang anak yg menguasai Silek Kumango Tuo pergi dari kampungnya dan entah pergi kemana. Diketahui bahwa Silek Kumango Tuo juga terdiri 5 jurus....!!
Jadi, apakah Sahbandar adalah anak dari Syech Kumango?????
Tentunya perlu dilakukan penelusuran yang lebih dalam tentang hal ini.

Ama Syahbandar meninggal dunia di Wanayasa dalam usia 114 tahun, yakni pada tahun 1880. Jasadnya dimakamkan berdampingan dengan istrinya Eyang Bubu.

Makam Syahbandar berada di kompleks pemakaman umum di sebelah barat daya pasar domba Desa Wanayasa, Berbeda dengan makam-makam tokoh sejarah lainnya, makam Ama Syahbandar sudah ditembok dan di keramik bagian pinggirnya.  Selain itu tak jarang lokasi ini menjadi tempat ziarah terutama mereka yang kini masih melestarikan seni bela diri pencak silat.




dirangkum dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar