Rabu, 30 Oktober 2019

ASAL USUL SILAT MINANGKABAU



ASAL USUL SILAT MINANGKABAU

Silat di Minangkabau sudah ada sejak zaman Kerajaan Pasumayan Koto Batu atau dikenal dengan Kerajaan Pariangan Koto Batu merupakan salah satu kerajaan tertua di Ranah Minang.
Kerajaan Pariangan Kota Batu dipimpin oleh raja pertama yang bernama Sri Maharajo Dirajo.
Sebelum bernama Silek, seni bela diri di kerajaan tersebut adalah GAYUANG yang diciptakan oleh Raja Sri Maharajo Bersama penasehatnya  Cati Bilang Pandai.
Menurut cara pemakaiannya, Gayuang terbagi 2 macam:
1.       Gayuang Lahia
2.       Gayuang Bathin.
Gayuang Lahia merupakan beladiri fisik yang menyerang bagian vital lawan yang dikenal dengan sebutan “sajangka duo jari”
sementara gayuang bathin adalah cara bertarung tanpa melakukan kontak fisik dengan dengan lawan alias dengan cara kebathinan.
Selain gayuang, ilmu bela diri di ranah minang pada masa itu juga dimiki oleh 4 dubalang (pengawal atau penjaga wilayah) kerajaan yang konon kabarnya berasal dari luar kerajaan.
Ke 4 dubalang itu yaitu:1.  Kambiang Utan (diperkirakan berasal dari Kamboja),  yang bertugas ke arah lasi,2. Harimau Campo (diperkirakan berasal dari daerah Champa), yang bertugas untuk menjaga di wilayah luhak agam,3.  Kuciang Siam (diperkirakan datang dari Siam atau Thailandyang bertugas di luhak 50 kota,4. Anjiang Mualim (diperkirakan datang dari Persia).yang bertugas di daerah perantauan Minangkabau.

Setelah Raja Sri Maharajo Dirajo mangkat, pemerintahan berikutnya digantikan oleh Datuak Sri Dirajo, diperkirakan pada tahun 1119 Masehi.

Datuk Sri Dirajo yang menguasai ilmu gayuang dan juga ilmu bela diri keempat dubalang tersebut, menggabungkan semua teknik bela diri menjadi seni bela diri baru yang disebut dengan SILEK, dan pada akhirnya disebut dengan aliran silek Tuo.

Gerak dan langkah silek ini nampak sederhana saja, namun dapat melumpuhkan bahkan mematikan bahkan mampu mematahkan kepala lawan dalam waktu yang singkat.  
Beberapa konsep dari Gerak dan Langkah silek Minangkabau itu adalah

1. Tagak jo Langkah (Berdiri dan Langkah)

pola berdiri dan langkah adalah Ciri khas dari permainan silek.
 Tagak artinya tegak atau berdiri, di mana pesilat berdiri? Dia berdiri di jalan yang benar (tagak di nan bana), dia bukanlah seorang yang suka cari rusuh dan merusak tatanan alam dan kehidupan bermasyarakat. Di dalam permainan silat, posisi berdiri adalah pelajaran pertama diberikan.
 yang dinamakan sebagai bukak langkah (sikap pasang) seorang pemain silat Minangkabau adalah tagak runciang (berdiri runcing atau berdiri serong) dengan posisinya selalu melindungi alat vital. Kuda-kuda pemain silat harus kokoh, untuk latihan ini dahulunya mereka berjalan menentang arus sungai.

Langkah dalam permainan silek Minangkabau mirip dengan langkah berjalan, namun posisinya pada umumnya merendah. Posisi melangkah melingkar yang terdiri dari dari gelekbalabeksimpia dan baliak (Lihat penjelasan istilah ini pada Kurikulum.
Adapun pola langkah yang dipergunakan ada yang dinamakan
·         langkah tigo (langkah tiga, pola langkah yang membentuk segitiga). Silek yang dimainkan oleh Mak Danin Capek di Cupak Solok, Sumatra Barat, misalnya lebih menekankan penggunaan langkah tiga, sehingga dia menyebutnya sebagai Silek Langkah Tigo (silat langkah tiga).[43]
·         langkah ampek (langkah empat, pola langkah yang membentuk segiempat)
·         langkah sambilan (langkah sembilan): untuk mancak (pencak)

 

2. Garak jo Garik (Gerak dan Gerik)

Di dalam bersilat perlu sekali memahami garak dan garik. 
Garak artinya insting, kemampuan membaca sesuatu akan terjadi, contoh seorang pesilat bisa merasakan ada sesuatu yang akan membahayakan dirinya. 
Garik adalah gerakan yang dihasilkan oleh pesilat itu sebagai antisipasi dari serangan yang datang.

3. Raso jo Pareso (Rasa dan Periksa)

·         Raso (Rasa)
Raso atau rasa diartikan sebagai kemampuan untuk melakukan sesuatu gerakan yang tepat tanpa harus dipikirkan dulu.
·         Pareso (Periksa)
Pareso adalah kemampuan analisis dalam waktu yang singkat atau nalar.
Di dalam pertempuran ungkapan pareso ini adalah kemampuan memanfaatkan sesuatu di dalam berbagai situasi pertempuran dalam upaya untuk memperoleh kemenangan.
Jadi antara raso dan pareso itu jalannya berpasangan, tidak boleh jalan sendiri-sendiri. Kita tidak boleh terlalu mengandalkan perasaan tanpa menggunakan pikiran, namun tidak boleh pula berpikir tanpa menggunakan perasaan. Ada pepatah yang mengatakan raso dibao naiak, pareso dibao turun (Rasa di baik naik ke alam pikiran, periksa dibawa turun ke alam rasa). Demikianlah kira-kira maksud dari raso jo pareso yang diungkapkan oleh para guru silek.

4. Kato Bajawek, Gayuang Basambuik (Kata Berjawab, Gayung Bersambut)

Alam fikiran Minangkabau memiliki konsep berpasangan, ini dapat dibuktikan dengan banyaknya pepatah yang memiliki isi kalimat berpasangan, contohnya: mancari nan baik manulak nan buruak (mencari hal-hal yang baik dan menolak hal-hal yang buruk), manitiak dari ateh, mambasuik dari bumi (menitik dari atas, membersit dari bumi), tiok kunci ado pambukaknyo (tiap kunci ada pembukanya) dan tiok kabek bisa diungkai (tiap ikatan bisa dilepas). Hal yang sama berlaku pada silek, setiap gerakan silat ada pemusnahnya, setiap kuncian ada teknik untuk melepaskannya, oleh sebab itu sepasang pemain silat yang mahir mampu bersilat terus menerus tanpa putus dengan mengalir begitu saja.[44] Mereka baru berhenti kalau sudah letih atau capek. Hal yang sama juga terjadi pada peniup saluang, mereka bisa meniup alat musik itu tanpa putus-putus sampai lagu selesai.

5. Tagang Bajelo, Kandua Badantiang (Tegang mengalun, Kendor Berdenting)

Guru silek mengatakan, jika tagang badantiang, maka ia akan putus atau rusak, dan jika kandua manjelo (mengalun) itu artinya lemah. Adapun silek Minangkabau tidaklah demikian, silat itu adalah kombinasi pas antara kelembutan dan kekuatan, dia lembut tetapi keras, dia keras tetapi lembut. Mungkin istilah lentur atau plastis bisa disamakan dengan pengertian ungkapan di atas. Di dalam permainan silek, serangan lawan itu tidak ditangkis atau dihadang, namun dipapah atau dibelokkan ke arah lain. Menangkis serangan lawan, seperti sepak atau tinju akan membawa risiko memar atau cedera, namun jika serangan itu dibelokkan, risiko cedera bisa dihindari dan lawan akan terdorong ke arah lain.

6. Adaik manuruik alua, alua manuruik patuik jo mungkin (Alami, logis dan efektif)

Tubuh manusia memiliki alur dan pola, gerakan silek harus mengikuti alur tubuh manusia, jangan menentangnya. Konsep ini adalah konsep flow (mengalir) di dalam permainan silat. Jika konsep ini dipakai, maka permainan silek akan terlihat indah dan mengalir, serta aman. Sekali alur itu dilanggar, maka akan terjadi apa yang disebut sungsang (terbalik arah) yang dapat berakibat cedera mulai dari ringan sampai patah. Silek disusun sedemikian rupa dengan mempertimbangan kaidah hukum alam sehingga menghasilkan gerakan yang LOGIS dan EFEKTIF untuk beladiri. Bagaimana mengikuti alur tubuh yang baik dapat dilihat pada gerakan silat yang dimainkan .
 Prinsip umum silat bahwa gerakan memukul yang diawali dengan ancang-ancang rileks, santai atau tanpa tegangan akan menghasilkan efek pukulan lebih keras daripada pukulan yang diawali dengan ancang-ancang yang kaku . Efek ini terjadi karena alur dari gerakan alamiah tubuh sendiri.

Seiring dengan berjalannya waktu akhirnya banyaklah perkembangan Silek Tuo di Minangkabau yang di ubah oleh Pandeka-Pandeka yang sudah menjadi Tuo "Guru" diantaranya adalah

-Silek Harimu
-Silek Kumango
-Silek Langkah 3
-Silek Langkah 4
-Silek Staralak
-Silek Pauah
-DLL

Sifat perantau dari masyarakat Minangkabau telah membuat silek Minangkabau sekarang tersebar ke mana-mana di seluruh dunia. Pada masa dahulunya, para perantau ini memiliki bekal beladiri yang cukup dan ke mana pun mereka pergi mereka juga sering membuka sasaran silat (perguruan silat) di daerah rantau dan mengajarkan penduduk setempat beladiri milik mereka. Mereka biasanya lebur dengan penduduk sekitar karena ada semacam pepatah di Minangkabau yang mengharuskan mereka berbaur dengan masyarakat di mana mereka tinggal. Bunyi pepatah itu adalah dima bumi dipijak di situ langik dijunjuang, dima rantiang dipatah di situ aia disauak (Di mana bumi dipijak di situ langit dijunjung, di mana rantiang dipatah di situ air disauk). Pepatah ini mengharuskan perantau Minang untuk menghargai budaya lokal dan membuka peluang silat Minangkabau di perantauan mengalami modifikasi akibat pengaruh dari beladiri masyarakat setempat dan terbentuklah genre atau aliran baru yang bisa dikatakan khas untuk daerah tersebut. Silek Minangkabau juga menyebar karena diajarkan kepada pendatang yang dahulunya berdiam di Ranah Minang. Jadi dapat dikatakan bahwa silek itu menyebar ke luar wilayah Minangkabau karena sifat perantau dari masyarakat Minangkabau itu sendiri Seperti Muhammad Kosim atau dikenal dengan Syahbandar di Jawa Barat dan karena diajarkan kepada pendatang seperti  Ki Ngabei Ageng Soerodiwirdjo pendiri Perguruan Silat Setia Hati.
Silek yang menyebar ke daerah rantau (luar kawasan Minangkabau) ada yang masih mempertahankan format aslinya ada yang telah menyatu dengan aliran silat lain di kawasan Nusantara. Beberapa perguruan silat menyatukan unsur-unsur silat di Nusantara dan Silek Minang masuk ke dalam jenis silat yang memengaruhi gerakan silat mereka.

PANJANG NAMUAH DIKAREK SENTENG NAMUAH DIBILAI, SINGKEK NAMUAH DIULEH, KURANG NAMUAH DITUKUAK

Dihimpun dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar