TOKOH KUNCI ILMU TENAGA DALAM POPULER
Secara
umum para praktisi ilmu bela diri tenaga dalam di Indonesia khususnya di pulau
Jawa spakat bahwa ilmu bela diri tenaga dalam
dipopulerkan oleh Nampon yang
nama aslinya adalah Mahmud.
Nampon
yang berasal dari kata Nam Fu karena keahliannya dalam bela diri kaifeng yang
dipelajarinya dari ahli kung fu China Peranakan Semarang yang bernama Tjoa Nam
Fu pada tahun 1920.
Kepopuleran
ilmu tenaga dalam dipicu karena sikap nyeleneh Nampon saat menyambut kelahiran
anaknya di Stasiun Padalarang pada tahun 1932. Saat itu beliau menantang siapa
saja yang berani menangkapnya. Namun setiap warga yang menyentuh tubuhnya
terpelanting.
Peristiwa
ini memicu banyaknya jawara betawi dan banten untuk adu tandeng melawan nampon.
Banyaknya jawara yang kalah tanding berguru kepada Nampon, sehingga nama Nampon
semakin pepoler, diantara nama-nama jawara tersebut adalah Setia Muchlis dan KM
Tamim yang kemudian mendirikan perguruan TRI RASA di Bandung.
Sejak
itu berbagai perguruan silat tenaga dalam berkembang pesat diantaranya
Margaluyu, Budi Suci, Ragajati, JSP (jurus seni penyadar) dan beberapa aliran
lain tanpa nama. Bahkan dari perguruan yang muncul ini menjamur hingga saat ini
menjadi berbagai perguruan baru dengan nama dan bendera yang berbeda.
Dalam
pengamalan ilmu tenaga dalamnya, Nampon beserta perguruan-perguruan ilmu tenaga
dalam yang bersumber darinya, tidak terlepas dari 3 nama tokoh yang namanya
selalu disebut-sebut dalam amalan wiridnya. Yaitu; Subandari, Madi dan Kari.
Hal ini menunjukkan bahwa ilmu tenaga dalam atau kebatinan Nampon berasal dari
ketiga tokoh tersebut.
Merujuk
dari berbagai catatan, dapat disimpulkan
bahwa hubungan Nampon dengan ketiga tokoh tersebut terkait dengan perguruan silat Cikalong yang
merupakan pengembangan dari silat Cimande yang dibawa oleh Abah Khoir yang diakui sebagai pencipta silat
Cimande. Keberadaan Abah Khoir di Cikalong disebabkan karena Aria Cikalong yang
membawa Abah Khoir ke Cikalong untuk belajar dan mengembangkan Silat Cimande di
daerahnya.
Selain
belajar dengan Abah Khoir, Nampon juga belajar dengan Abang Madi, Abang Kari
dan Eyang Sahbandar. Dengan demikian
Nampon merupakan generasi kedua atau seterusnya setelah Raden Ibrahim
Jayaperbata karena keberadaan Bang Madi dan Bang Kari di Cikalong tidak
terlepas dari Peranan Raden Ibrahim Jayaperbata pendiri Perguruan Silat
Cikalong.
Bang Madi
Bang
Madi adalah seorang adalah seorang pedagang kuda eropa yang berasal dari
Pagaruyung, Sumatera Barat. Salah satu keahlian Bang Madi adalah menundukkan
kuda-kuda liar. Beliau merupakan guru ketiga bagi Raden
Ibrahim Jayaperbata setelah belajar dari Raden Ateng Alimudin dan Bang Ra’uf.
Pertemuan Bang Madi
dengan Rd. H. Ibrahim diawali ketika Rd. H. Ibrahim membeli seekor kuda Eropa
yang sangat besar, liar dan membutuhkan penggantian tapal kuda yang baru.
Akhirnya Rd. H. Ibrahim membawanya ke Bang Madi yang memang ahli menangani kuda
liar. Bang Madi menyanggupi ketika Rd. H. Ibrahim datang dan memintanya
mengganti tapal kuda, dengan tenang dia mengganti tapal kuda. Tiba-tiba ketika
membuka tapal yang lama, kuda itu menendang sehingga membahayakan jiwa Bang Madi.
Bang Madi dengan refleks dan rileksnya menangkis yang mengakibatkan kaki kuda
itu patah.
Kejadian tersebut
membuat Raden Ibrahim kagum dan penasaran. Dia tidak menyangka sama sekali
dengan perawakan yang kecil dan terlihat lemah Bang Madi bisa melakukan sesuatu
yang dia sendiri tidak yakin bisa melakukannya.
Konsep jurus pukulan
Bang Madi adalah melumpuhkan lawan dengan cepat. Yang kemudian hari dikenal
dengan istilah suliwa dan sanalika.
Madi mengandalkan tenaga
lawan untuk melumpuhkan lawan dalam tempo yang cepat. Tangkisan atau pukulanya
bisa mematahkan tulang lawan.
Dan akhirnya Raden
Ibrahim memohon untuk menjadi murid Dan Bang Madi pun bersedia menjadi Gurunya.
Agar lebih leluasa, Bang
Madi langsung didatangkan ke Cianjur untuk mengajar di sana. Segala keperluan
hidup untuk keluarganya ditanggung oleh R.H. Ibrahim.
Dari Bang Madi, Raden
Ibrahim Jayaperbata memperoleh ilmu permainan rasa, yaitu sensitivitas atau
kepekaan rasa yang positif sehingga pada tingkat tertentu akan mampu membaca
segala gerak lawan saat anggota badan bersentuhan dengan anggota badan lawan,
serta segera melumpukannya. Menurut beberapa tokoh, salah satu ciri atau
kebiasaan dari Bang Madi adalah mahir dalam melakukan teknik “bendung” atau
menahan munculnya tenaga lawan, di samping “mendahului tenaga dengan tenaga”.
Di kalangan aliran Cikalong teknik ini disebut “puhu tanaga” atau “puhu gerak”.
Bang Kari
Pertemuan dengan Bang Kari bermula setelah Raden
Ibrahim dianggap sudah mewarisi seluruh ilmu Bang Madi, Bang Madi mengutus
Raden Ibrahim untuk menemui Bang Kari dan berguru kepadanya.
Bang Kari adalah sahabat
dekat Bang Madi, dan mereka berdua memiliki kemampuan yang dianggap setara.
Kalau dianggap memiliki kemampuan yang setara, lalu kenapa Rd. H. Ibrahim
disarankan untuk berguru ke Bang Kari.
Hal ini dikarenakan
karena Bang Kari dan Bang Madi memiliki “gaya” maenpo yang berbeda. Kalau Bang
Madi yang terkenal dengan Maenpo Ulin Tapel (Tempelan) dan Maenpo Ulin
Tangtung, maka Bang Kari terkenal dengan Maenpo Peupeuhan yaitu ilmu pukulan
yang mengandalkan kecepatan gerak dan tenaga ledak.
Bang Kari saat itu
tinggal di Kampung Benteng Tangerang. (Sejak abad XIV Kampung Benteng sudah
dikenal sebagai “China Town”, lalu apakah Bang Kari mewarisi suatu aliran Kung
Fu? Tak ada keterangan tentang itu. Hanya yang pasti beliau memang tinggal di
Kampung Benteng, dan pertukaran ilmu sangat mungkin terjadi).
Dalam usia yang cukup
matang, yaitu sekitar 40 tahun, Rd. H. Ibrahim dianggap mewarisi Maenpo-nya
Bang Kari.
Eyang Sahbandar
Eyang
Sahbandar adalah seorang pengembara dari Kerajaan Pagaruyuang, Sumatera Barat.
Beliau dibawa ke Wanayasa tepatnya di desa karang tengah Cianjur, oleh
sahabatnya Raden Jibja yang juga seorang pendekar. Disana beliau bertemu dengan
Raden Haji Enoh seorang tuan tanah yang tak lain adalah Orang Tua dari Raden
Jibja, yang kemudian hari menjadi murid dan mertua Eyang Subandar. Raden Haji
Enoh sendiri juga merupakan murid sekaligus sanak kerabat dari Raden Ibrahim
Jayaperbata.
Disana
beliau ditugaskan untuk menjaga danau dan kebun kelapa milik Raden Haji Enoh.
saat menjalankan tugasnya inilah terjadi lagi pertarungan berkali-kali antara
pemuda minang ini melawan gerombolan perompak dan pengacau, yang selalu
berakhir dengan tewasnya para perompak tersebut.
Kejadian
demi kejadian ini lah yang menggerakkan
hati Raden Haji Enoh untuk meminta Eyang Sahbandar mempelajarinya dan sanak kerabatnya
silat minang. Sehingga nama eyang sahbandar menjadi semakin termasyur dan
menarik hati Bang Madi dan Bang Kari untuk bersilaturrahmi. Dari hasil
silaturrahmi tersebut terjadilah percampuran ilmu silat Sahbandar yang
merupakan cikal bakal ilmu tenaga dalam silat cikalong pada kedua dan
seterusnya. Ilmu tenaga dalam juga terus menjamur baik dalam bentuk perguruan
waupun perorangan serta berbagai perguruan silat tenaga dalam atau kebathinan
di nusantara dengan berbagai bentuk aliran dan nama perguruan.
Diantara
perguruan tersebut antara lain Margaluyu, aliran silat Cikaret, Sanalika, Silat
Sabandar Kari Madi, Paguron Pusaka Cikalong (PPC) Cianjur, Paguron Pusaka
Siliwangi, dan hampir semua perguruan pencak silat di jawa barat.
Nampon
adalah salah satu bentuk pengembangan yang dilakukan secara pribadi. Namun
sebagian murid-nampon dan seterusnya membentuk berbagai perguruan baru yang
diwarnai oleh keilmuan nampon yang bersumber dari Sahbandar,Kari dan Madi.
Perguruan tersebut antara lain Trirasa di Bandung, Ragajati di Banyumas, Jurus
Seni Penyadar di Tegal, Budi Suci di Indramayu, serta berbagai perguruan lain
di Pulau Jawa dan Sumatera.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar